Rabu, 15 Agustus 2018

SANG NATA DARI SEMBILANGAN




SANG NATA DARI SEMBILANGAN
Part I
Setelah selesai memadamkan pemberontakan Sunan Kuning Pangeran Tjakraningrat IV telah memberikan kraton Kertasura kepada yang sah, maka Pangeran Tjakraningrat IV meminta kepada Kompeni Belanda supaya memenuhi janjinya, yakni menitah kuasakan Gunung Lawu ke Timur kepada anak keturunannya, namun Belanda ingkar janji. Maka Pangeran Tjakraningrat IV menerangkan apabila Kompeni tidak dapat memenuhi janjinya, beliau hanya meminta Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sumenep serta Kabupaten Sedayu dengan keterangan supaya Sedayu selamanya dikuasakan pada keturunan beliau. Beliau mengirimkan dua orang puteranya ke Betawi dengan membawa surat kepada Gubernur Jenderal. Yakni

1) Raden Tumenggung Sosrodiningrat; 

2) Raden Tumenggung Ronodiningrat 


Setelah beliau lama menunggu kedatangan kedua puteranya maka beliau mengirimkan utusan ke Betawi untuk membawa pulang kembali kedua puteranya.
Sesampainya kembali di Madura, maka beliau mengirimkan seorang puteranya ke Bengkulu, Raden Temenggung Wirodiningrat (anak yang keempat) bersama dengan Raden Sang Nata (anak Raden Ranadiningrat) ke Bengkulu untuk minta bantuan Kompeni Inggris. Akan tetapi gagal, bahkan mereka akhirya menetap di Bengkulu. Kehadiran kelompok elite keturunan Madura di Bengkulu ini, ternyata mendapat respon serta sambutan terhormat dari kalangan elite pribumi setempat, Berikut isi petikan dalam Naskahnya ;

" Maka datang doea orang radja dari Madoera di gelar Radhen Temenggoeng Wiro Diningrat, di gelar Radhen Sangnata menoedjoe kepada toeankoe Soengai Lemaoe dan Daeng Maroepa, maka di lihat roepa orang patoet patoet, maka toeankoe terima dengan patoet poela, maka dikoerniai tempatnja tinggal di kampoeng Tengah Padang, lama-lama Temenggoeng Wiro Diningrat, dan Radhen Sangnata beristri dan beranak di Bangkahoeloe."

Perkembangan selanjutnya, kelompok elite keturunan Madura ini berhasil menjalin hubungan kekerabatan melalui perkawinan dengan keluarga elite pribumi setempat. Raden Temenggung Wirodiningrat menikah dengan Siti Juriyah, dan Raden Sang Nata menikah dengan Sa’diah. Siti Juriyah adalah anak keturunan elite Bugis, sedangkan Sa’adiah adalah anak keturunan elite Sungai Lemau
Raden Temenggung Wirodiningrat selanjutnya diterima oleh kompeni Inggris sebagai perwira dalam korps yang terdiri dari orang-orang Bugis. Berikut ini surat yang ditulis oleh anak keturunannya.
" kami ingin menerangkan kepada Tuan bahwa pada tahun 1734 ketika Belanda menaklukkan Madura, almarhum kakek kami yang bertempat tinggal di sana telah meminta almarhum ayah kami Raden Temenggung untuk pergi ke Bencoolen mencari perlindungan di bawah pemerintah Inggris yang dinikmatinya sampai akhir hayatnya, dan beliau ditunjuk sebagai perwira dalam suatu korps yang terdiri dari orang-orang Bugis, yang penunjukan itu diturunkan kepada kami dan anak-anak kami. Beliau mempunyai dua belas orang anak yang hidup tinggal kami dan dua orang saudara kami perempuan.
Yang tertua di antara kami bertiga, yaitu Raden Miradiningrat yang pada saat ini masih memegang jabatan sebagai Kapten pada Korps Bugis yang diperolehnya pada tahun 1774, Raden Muhamad dan Raden Abdul karim pada tahun 1794. Kami ingin menambahkan, bahwa sejak kami mendapatkan kehormatan untuk melayani kompeni, kami harus kerja agar layak mendapatkan perlindungan dan mematuhi segala perintah yang diberikan kepada kami. Raden Muhamad luka parah pada perang Lehong yang dipimpin oleh almarhum Kolonel Clayton dan telah mendampingi almarhum Kapten Adair dalam perang Longye Tunang dan Pasummah. "
Raden Temenggung Wiriodiningrat mempunyai dua belas orang anak. Sementara menurut silsilah keluarga bangsawan Madura yang ada di Bengkulu, disebutkan bahwa anak Raden Wiriodiningrat dengan Siti Juriyah berjumlah 9 orang. Adapun kedua belas (12) orang anaknya, yaitu:
1.      R. T. Wiroadiningrat (Abdul Rahman)
2.      R. Tawang Alun
3.      R.T. Aria Djanaka (R. Nakaningrat),
4.      R. Demang Soeratama (R. Setomo)
5.      R. Wirio
6.      R. Mohamad Zein.
7.      R. T. Abdul Karim,
8.      R. Ay. Rasmi
9.      R. Ay. Sridjati ( Ratu  Anom )
10.  R. T. Santara
11.  R. T. Prakongso
12.  R. Ay. Boengsoe

Mengenai kondisi dan masalah di Bengkulu yang disampaikan ke Batavia, tertanggal 9 Februari 1783, petikannya adalah sebagai berikut:
Ten tiende is de oudste zoon van Radeen Tomangong, Radeen Taawoeng aloen Luitenant, de twelde genaamd Radeen Tenga is na Madras, de derde genaamd Radeen Smaka is van de vierde genaamd Radden Tama is bij wijn voeder vaendrig, en met dienselven na Padang onder T gezag van Mastakries die als Admiral daarnatoe gezonden is, om aldaar else sterkte te bouwen, zijnde de jongste zoon nog in geen functie.
Terjemahan bebasnya sebagai berikut :

… yang kesepuluh, anak Tertua dari Raden Tumenggung, Raden Tawang Aloen menjadi Letnan, anak kedua yang bernama Raden Tengah menjadi kelasi, anak ketiga yang bernama Raden Smaka menjadi prajurit, anak keempat yang bernama Raden Tama menjadi ajudan prajurit, dan bersama dia dikirim ke Padang untuk mem- bangun pertahanan di sana. Anak yang bungsu masih belum bekerja….
Selanjutnya Raden Temenggung Wirodiningrat meninggal di Bengkulu pada bulan Februari 1790. Sementara Raden Sang Nata sendiri mempunyai anak yang bernama R.A. Ratna Setaman yang kemudian menikah dengan Daeng Adimelia. Sementara Raden Abdul Karim ke Sembilangan dan disarekan di sana setelah perang Lehong dan politik yang terjadi disana, memiliki anak dua orang serta seorang laki-laki yang tidak berketurunan.

Semoga Menginspirasi !



Source : 

Het Londonsche Tractaat van 17 Maart 1824, Bangkahoeloe, Zainal Fatah dan Catatan Kecil Keluarga

0 komentar :

Posting Komentar