SULTAN R. ABDUL KADIR CAKRA ADININGRAT
II
( 1815 – 1847 M )
Secara umum Beliau disebut Sultan R. Abdul
Kadirun walaupun dalam Prasasti yang terukir di Mihrab Masjid Agung Bangkalan,
terukir Maulana Abdul Kadir bin Almarhum Maulana Abdurrahman.
Beliau adalah Putra kedua Sultan Abduh (
Sultan R. Abdurrahman Cakraadiningrat I ) dari 13 Bersaudara, Ibunya adalah R.
Ayu Saruni Permaisuri ke-2 Sultan R. Abdurrahman (cucu /Piyo') dari
Pangeran Cakraningrat II ( Panembahan Siding Kamal ). Perlu dijelaskan bahwa R.
Ayu Saruni Pasareannya ada di Buju’ Aghung Dedelan ( Pasarean Keluarga Kerajaan
di luar Kraton, sekarang Jl. Kh. Moh. Toha RT. 02 / RW. 06 dalam Lingkungan
Pondok Al-Ikhlas Bangkalan ), Asuhan KH. Zainuddin, SH.
Catatan Sejarah tentang Tahun Kelahiran
Sultan R. Abdul Kadirun tidak tertulis dengan pasti tapi penulis memberanikan
diri menghitung mundur tahun lahir Beliau berasal dari tahun Wafat Beliau,
bahwa Sultan R. Abdul Kadirun wafat pada tahun 1847 M dalam usia 69 Tahun.
Jadi, Insya Allah, Beliau dilahirkan pada
tahun 1778 Masehi ( 1847 – 69 ). Sejak muda Beliau selalu mendapat
tugas-tugas berat dari Ayah Beliau misalnya pada tahun 1800 Masehi pada usia
yang masih sangat muda ( 22 tahun ), Sultan R. Abdul Kadirun atau disebut juga
R. Tumenggung Mangkuadiningrat telah memimpin Pasukan Bangkalan sebanyak 500
orang dalam Perang melawan Inggris pada Perang Cilingcing di Batavia sekarang
Jakarta.
Tak lama kemudian dalam usia 23 tahun
karena keberanian dan jasa-jasanya,
Beliau mendapat Gelar PANGERAN disertai hadiah-hadiah berupa Talam Emas
itu terjadi dalam tahun 1801 Masehi, dua tahun kemudian pada usia 25 tahun,
Beliau dipersiapkan sebagai Raja Muda (Ratoh Magang) untuk menggantikan
ayah Beliau dengan Gelar PANGERAN ADIPATI, itu terjadi pada tahun 1803 Masehi.
Sebagai seorang Raja Muda pada tahun 1806
Masehi dengan membawa kekuatan Pasukan Bangkalan sebanyak 1000 orang Beliau
berangkat ke Daerah Cirebon, berperang dan berhasil menekan perlawanan R. Bagus
Idum yang sangat ditakuti oleh Belanda, sehingga Beliau mendapat Penghargaan
berupa Keris Indah bergagang Emas bertabur Intan, yang sekarang tersimpan di
Museum Betawi Jakarta Pusat.
Tahun 1815 Masehi, Sultan R. Abdurrahman
Cakraadiningrat I wafat, sehingga dalam usia 37 tahun, Sultan R. Abdul
Kadirun naik tahta Kerajaan Madura Barat Bangkalan dengan Gelar Pangeran
Adipati Seco Adiningrat III, saat itu pula Bangsa Inggris menyerahkan kembali
Kekuasaannya kepada Kompeni Belanda ( Senin, Syawal 1743 tahun Jawa ) atau
tahun 1815 Masehi.
Gubernur Jendral Baron Van Der Capellen
tahun 1824 Masehi meminta bantuan Sultan R. Abdul Kadirun untuk mengirim
Pasukan Bangkalan Madura dalam Perang Bone di Sulawesi. Pasukan ini dipimpin
oleh Putra ke-8 Beliau yaitu Pangeran Suryo Adiningrat ( Pangeran Sorjah ),
dengan Kekuatan 900 Pasukan bedil, 600 orang Prajurit bersenjata tombak, 80
orang Pasukan Berkuda, 2 buah meriam.
Bahwa kecakapan bertempur Pasukan Bangkalan
Madura ini, saat itu menggetarkan seluruh Jawa, Pasukan ini berangkat ke
Sulawesi Selatan dan bekerja sama di bawah Komando Mayor Van Geen, dalam Perang
itu pula calon Putra Mahkota Sultan R. Abdul Kadirun, Pangeran Adipati Seco
Adiningrat IV ( R. Moh. Yusuf ) dan menantu Sultan Pangeran Atmojo Adiningrat,
Pangeran Suryo Adiningrat mendapat Pangkat Letnan Kolonel dan Mayor.
7 bulan berada di Bone, Pasukan Bangkalan
Madura ini, ditarik kembali ke Madura, setelah beristirahat 41 hari tahun 1825
Masehi kembali Pasukan Madura ini dikirim ke Jogjakarta dalam Perang
Diponegoro. 6 bulan berperang disana, Pangeran Seco Adiningrat IV ( R. Moh.
Yusuf putra ke tujuh Sultan ), menjadi Kolonel dan Pangeran Suryo Adiningrat,
Pangeran Atmojo Adiningrat berpangkat Letnan Kolonel.
Tahun 1831 Masehi, Korps Barisan dibentuk
di Madura dan 2 tahun kemudian tahun 1833 Masehi kembali Pasukan Bangkalan
Madura diberangkatkan dalam Perang Jambi, kali ini Pemimpin Pasukannya adalah
Pangeran Adinegoro ( Ibrahim ), Putra Sultan yang ke-18 dari Ibu Nyai Djai,
tahun 1846, Pasukan Bangkalan Madura berangkat dalam ekspedisi yang pertama
dibawah Pimpinan Pangeran Adinegoro dalam Perang Bali.
Dapat diambil kesimpulan bahwa masa
Pemerintahan Sultan R. Abdul Kadirun, seolah-olah disibukkan masa-masa Perang,
itu tidak berarti Beliau meninggalkan tugas-tugas Kepemerintahannya yang lain,
satu contoh sebagai seorang Satrio Pinandito ( Ulama dan Umaroh yang bersatu
dalam Pribadi Beliau ), Sayyidin Panotogomo, Beliau telah membuka Masjid Keraton
Kerajaan untuk kepentingan Ibadah Rakyat Umum ( Masjid Agung Bangkalan ).
Uraian tentang hal tersebut diatas dapat
dibaca dalam Buku Sultan R. Abdul Kadirun hubungannya dengan Masjid Agung
Bangkalan, Karya tulis ( R. Moh. Hasan Sasra ).
Beliau mendasarkan watak Kepemimpinannya
pada Asta Brata, 8 sifat Kepemimpinan dari sudut pandang Budaya Jawa ( Tertulis
dalam Buku : Sumarsaid Murtono ) :
1. Dermawan ( Indra )
2. Tegas ( Yama )
3. Ramah-Tamah ( Surya )
4. Kasih Sayang ( Candra )
5. Teliti, Cermat ( Bayu )
6. Pemberi Kegembiraan ( Kuwera )
7. Cerdas ( Baruna )
8. Keberanian ( Brahma )
Akhirnya pada hari Kamis Legi 11 Syafar,
1775 tahun Jawa atau tanggal 28 Januari 1847 Masehi, Sultan R. Abdul Kadir
Cakraadiningrat II atau Sultan R. Abdul Kadirun berpulang Ke Rahmatullah pada usia
69 tahun, jenasah Beliau di kebumikan di Pasarean Congkop ( Makam Raja
Bangkalan dan Keluarganya ) sebelah barat Masjid Agung Bangkalan.
Beliau
mengendalikan Pemerintahan, yang bersifat MONARKI ( Sistem Pemerintahan
Kerajaan ), selama lebih kurang 32 tahun dan Beliau adalah Raja Generasi ke-9
dari Panembahan Lemah Duwur ( R. Pratanu ) di Kerajaan Madura Barat Bangkalan.
Posted by : Den Mas Agus
Source : RPA. Hamid Mustari CA, dan Catatan Kecil Keluarga.
0 komentar :
Posting Komentar