Minggu, 25 September 2016

Kehancuran Kraton Sembilangan ( Part III )







Madura barat sebenarnya memiliki lima buah kraton yang seharusnya bisa menjadi suatu rasa kebanggaan luar biasa bagi rakyat Madura pada umumnya. Kraton Madura Barat yang pertama berada di Arosbaya, kemudian berpindah ke Madegan Sampang. Kraton ketiga adalah kraton Tonjung (Kec. Burneh). Dan Pada masa pemerintahan Pangeran Cakraningrat IV, karena terjadinya tragedi pengrusakan kraton Tonjung oleh pasukan Bali yang mana pada saat bersamaan Pangeran Cakraningrat IV sedang berada di Surabaya. Adapun kaidah kraton yang rusak berarti sudah kehilangan kewibawaanya, maka Pangeran Cakraningrat IV memindah kraton Tonjung ke Sembilangan ( Sekarang Sudah menjadi Desa). Dan setelah Pangeran Cakraningrat IV tertangkap dan diasingkan ke Afrika Selatan, Pangeran Cakraadiningrat V ( P. Sidhomukti) memindahkan kraton Sembilangan ke Kraton Bangkalan yang terletak di wilayah Kodim 0829 Bangkalan saat ini. Kelima kraton Bangkalan Madura Barat tersebut adalah Kraton Kayu, dan tidak satupun terbuat dari Batu. Kecuali bangunan pengganti dari Belanda setelah Kraton Bangkalan Dihancurkan yang mana terletak di sebelah utara Kodim 0829 Bangkalan.
Bercerita tentang kraton Sembilangan yang berdiri dengan gagah perkasa sekitar 29 Tahun itu, dengan luas areal berkisar lima hektare (Sebagai tatanan luasan kraton pada saat itu), ditambah alun-alun, dan beberapa sumber air, arsitektur bangunan kraton terbuat dari Kayu Cendana dan beratapkan “Blingeh” ( Belum tahu pasti kami jenis apa ini) yang pada sebagian tepian areal kratonnya dikelilingi oleh perairan, dan terdiri dari bangunan Paseban, Bangunan Keputran dan Keputren, Bangunan Harta, dimana untuk masuk kedalamnya melalui pintu “ Semesem” dan pintu “Sketeng”, dan Dua buah Tamansareh serta beberapa sumber air.
Kerusakan kraton bermula pada penyerangan Cakraningrat IV oleh Belanda dari Arah Gresik, Sampang dan arah utara. Bangunan Kraton sudah mengalami kerusakan parah namun Panembahan Sidhomukti masih mencoba mempertahankan kraton selama dua tahun walaupun pada akhirnya memindahnya.
Pada tahun 1891, berdasarkan Beslit no. 2/c, tanggal 22 Agustus 1885 yang ditandatangani oleh Raja Belanda, maka Belanda menganggap  keraton Bangkalan bouwvallig (tidak dapat didiami karena rusak). Pada tahun 1891 rumah keraton Bangkalan dirusak dan diganti dengan rumah kabupaten biasa. Anggapan Bouwvallig sebenarnya hanya alasan dari pemerintahan Belanda yang sebenarnya berniat untuk menghapuskan segala bukti yang dapat memperingatkan rakyat akan kebesaran dan keagungan leluhurnya. Hal ini menjadikan Belanda juga tidak luput menghancurkan sisa keraton di Sembilangan.

Pada saat itu keraton Sembilangan tinggal tersisa sisi keputren beberapa ruang saja dan sisi harta yantg masih agak utuh. Sisi harta (tempat penyimpanan harta keraton seperti senjata, pakaian kebesaran Raja, gamelan-gamelan, Al Qur’an, berbagai macam Hadist dan ilmu-ilmu bertuah, ilmu-ilmu kanuragan, ilmu-ilmu strategi perang, catatan-catatan tatanan perkeratonan, blue print kerajaan, dan sebagainya). Sisi harta inilah yang kehancurannya paling akhir, terjadi pada tahun 1891.
Menurut R. Mas Murtisari, istri dari R. P. Moh. Ra’is menantu dari R. Ario Adikusumo atau Guste Arjeh Alas Cicit dari Panembahan Mangkuadiningrat ( Raja Pamekasan). Berawal dari api yang datangnya dari arah selatan (penulis lupa mengenai hari dan tanggalnya walaupun saat itu juga diberitahukan). Pertama-tama membakar sisa keputren yang ada, yang pada saat itu didiami oleh “Mo’ad” (tidak jelas nama lengkapnya). Kemudian datang kembali api-api berikutnya yang langsung menyambar sisi atap dari sisi harta kraton. atap yang memang terbuat dari kayu tipis tersebut langsung terbakar, api menghabiskan bangunan tersebut dalam waktu singkat. Dua sisi sisa-sisa peninggalan keluhuran perjuangan para leluhur Madura menjadi arang dalam sekejap. Tidak ada yang tertolong kecuali hanya sedikit. Masyarakat yang berada disekitar nya walaupun mencoba membantu memadamkan api, namun tak berarti apa-apa karena begitu dahsyatnya kobaran api yang disertai angin dari laut menambah ganasnya kobaran sang jago merah tersebut. Api melahap semua yang ditemuinya dimana rata-rata terbuat dari kayu dan papan.
Gamelan Cakraningrat IV yang bernama “Se-Rese’ “ dan "Se-Carbuk" itu masih terselamatkan. Sebuah peti dan sedikit pusaka-pusaka keraton masih selamat, namun itu hanya berkisar seperdelapan dari jumlah harta keraton yang ada. Sungguh sangat luar biasa kejadian saat itu. Kekejaman Belanda tidak  hanya terbatas pada manusianya saja, tetapi harta-harta yang akan menjadikan rasa kebanggaan bagi masyarakat Madura pun ikut pula dilenyapkan. Lenyap tak berbekas.  Sehingga pada saat ini hanya tinggal sisa-sisa nya saja berupa dua buah Taman Sare, dan beberapa sumber air. 

Demikian tentang kehancuran kraton Sembilangan. Semoga menginspirasi.

Ikuti Risalah Kehancuran Kraton Sembilangan Selanjutnya.



Posted by : Den Mas Agus
Source : RM.Murtisari

0 komentar :

Posting Komentar