Jumat, 27 Oktober 2017

ADIKARA - PAMEKASAN

DYNASTI ADIKARA




 Seperti Kita Ketahui, bahwa pasca perang Mataram, Cakranigrat I yang berkuasa atas Madura menunjuk putera.menantunya sendiri yaitu Pangeran Megatsari dan Jamberingin sebagai ganti Panembahan Pamekasan. Taklama kemudian Pg. Megatsari meninggal dan digantikan puteranya R. Kanoman dengan gelar Tumenggung Wirosari. Untuk menentramkan Pamekasan dan Sumenep, maka ia dipindahkan ke Sumenep menggantikan mertuanya Tg. Yudhonegoro yang wafat, dengan gelar Pangeran Sepuh, sebab menurut tradisi Pamekasan adalah hak dañ keturunan Panembahan Ronggo Sukowati. Sementara itu Putera Pangeran Purboyo II yang telah berangkat dewasa, Raden Dhaksena diangkat sebagai Bupati Pamekasan. Beliau bergelar TUMENGGUNG ADIKARA I. Dengan isteri pertama puteri Pg. Sidhingpuri Sumenep dikaruniai putera Pangeran Romo dan Tumenggung Joyonegoro. Isteri kedua. adalah puteri Cakraningrat III, tapi tak dikaruniai putera. Kemudian beliau mengawini dara desa yang cantik jelita dan Pagantenan. Ïsteri ketiga ini sangat beliau cintai, sehíngga ketika ia hamil kepadanya dihadiahkan sebìlah keris pusakanya yang sangat bertuah yang benama Kýai Zimat untuk calon puteranya.

Kepada Patih dan seluruh warga keraton beliau mengatakan, bahwa ‘barang siapa yang memegang keris ini adalah yang berhak atas Pamekasan’. Setelah genap bulannya, maka dari rahim kembang desa ini dilahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Raden Asral, Di daerah ibunya la terkenal dengan sebutan Mas Celleng (mas Item);
Setelah Tumenggung Ario Adkara I wafat, maka jenazahnya dimakamkan di desa Kolpajung. Pasarean ini diebut Pasarean Katotkaca hingga sekarang. Sebagai pengganti beliau ialah Tumenggung Joyonegoro, sebab putera sulungnya Pangeran Romo telah diangkat menjadi Bupati di Sumenep dengan gelar Cokronegoro I, sedangkan Raden Asral saat itu masih belum dewasa.
Adapun putera-puteri Pangeran Romo ialah:
1.      Raden Bagus Akhmad alias Pangeran Zimat.
2.      Ratu Ari
3.      Raden Ayu Ratnadi (Ratu Wiromenggolo)
4.      Raden Ayu Rasmana yang kawin dengan Bindara Saod (Tumenggung Tirtonegoro) yang kemudian menurunkan bupati-bupati di Sumenep.
Dalam Memerintah Pamekasan Jojonegoro selalu masgul apabila teringat akan sabda ayahnya tentang tuah keris Kiyahi Zimat, sehingga akhimya beliau menemui Pangeran Romo di Sumenep dan mengisahkan makna dan kata-kata mendiang ayahnya perihal lambang kekuatan keris teršebut, Didorong oleh makna kekuasaan yang dilambanngkan kenis Kiyahi Zimat, maka kadangkala timbul keinginan untuk memintanya benda bertuah tersebut kepada Raden Asnal, namun oleh karena dihalangi oleh rasa malu, maka niat tersebut diurungkan, sebab seluruh warga keraton tahu bahwa kenis tersebut telah dihakkan kepada adiknya.

Lama kelamaan hilang juga rasa segannya, sehingga pada akhirnya beliau meminta keris tersebut dengan paksa, dan akibatnya seluruh keluarga mempersalahkan tindakannya yang tidak ksatria. Akhirnya beliau tewas terbunuh oleh sanak keluarganya sendiri. “Terang KH. RP. Thariq Adikara Cokrosoedarso generasi ke 7 (Tujuh) dari Adikara III tersebut”, KH. RP. Thariq Adikara Sya’rani Cokrosoedarso, M.Si. ang merupakan Putra dari KH. RP. Moch. Sya’rani Cokrosoedarso Bin KH. RP. Atmodjo Adikoro ( Gusteh Panjih Atmah) Bin KH. RP. Cokro Atmodjo (Ulama’ Pamekasan) Bin RP. Adikara (Patih Sumenep) Bin RP. A. Cokroadiningrat Bin RPA. Cokroadiningrat I (Gung Seppo/R. Alsari) Bin Adikara III.
Ketika Raden Asral telah mencapai usia 7 tahun, maka ía dibawa ibunya menghadap ayahandanya. Di keraton Madiraras ayahnya terperanjat melihat puteranya ini sebab cukup lama beliau tak pernah menengoknya. Lebíh terperangah lagi melihat wajah puteranya mirip sekali dengan dirinya. Karenanya di hadapan para warga keraton beliau meminta 2 buah batok kelapa untuk bercermin, Yang sebuah untuk dirinya dan yang sebuah lagi untuk sang putera. Kemudian ayah dan anak duduk behadapan saling memegang cermin masing-masing serta saling membandingkan gambaran wajah di cermin tersebut, Semua warga keraton takjub menyaksikan peristiwa tersebut. Mereka berdecak kagum seraya bergumam : ‘Katotkaca, katotkaca, katotkaca!’ (Katot kaca artinya melekat pada kaca/ cermin atau sepertí kaca), karena wajah mereka seperti pinang dibelah duá. Karenanya sang ayah memeluk puteranya erat-erat seraya mengumumkan, bahwa semenjak itu beliau bergelar PANGERAN KATUTKACA I, sedangkan puteranya diberi gelar PANGERAN KATUTKACA II. Hubungan ayah dan anak ini semakin akrab.
Setelah Raden Asral berangkat dewasa, maka beliau diangkat sebagai Bupati Pamekasan dengan gelar Tumenggung Ario Adikara II atau disebut juga Pangeran Katotkaca II menggntikan Djojonegoro. Di Sumenep Raden Romo wafat dan digantikan putera sulungnya yang bernama Raden Achmad alias Raden Zimat dengan gelar Cokronegoro III.
Dalam memerintah Pangeran Zimat sangat berambisi untuk memperIuas daerahnya, sehingga dengan makna tuah keris Kiyahi Zimat yang dimiliki pamannya telah mendorong untuk meminta benda tersebut, karena ía beranggapan bahwa setelah memiliki keris tersebut Pamekasan akan dapat segera díkuasainya. Hasrat tersebut akhirnya berkembang menjadi peperangan antara ponakan dan paman, sehingga VOC terpaksa turun tangan melerai dan mendamaikan pertikaian tersebut. Menurut pertimbangan VOC akhirnya keris itu diberikan kepada Pengeran Zimat, sebab beliau adalah putera mahkota Pangeran Romo yang juga putera sulung Adikara I, sehingga VOC menganggap Zimatlah yang berhak.
Semenjak Peristiwa yang ‘dianggap tak adil itu Adikara II sangat masgul, dan untuk mernperoleh keris itu kembali beliau ke Sumenep dengan membawa pasukan, Semula beiau meminta keris itu dengan halus dan sopan kepada ponakannya, narnun setelah gagal dengan cara ini akhirnya dengan kekerasan yang menyebabkan terjadinya peráng saudara yang tak dapat dielakkan.
Dalam pertempuran ini Adikara bernasib malang dan pasukannya dipukul mundur. Karena jengkel dan berang, maka Adikara II menyingkir ke Surabaya, dan berguru di Ampel. Akhirnya Beliau wafat di sana dan disebut “Sidhing Ampel”.
Demikian sekelumit tentang Dynasti Adikara, Semoga menginspirasi.


 Posted By : Den Mas Agus Suryo
Taken from : Catatan Kecil Keluarga

3 komentar :

Redo Brother mengatakan...

Assalamualaikum admin, mau tanya untuk Aji Gunung Sampang itu ada semenjak tahun berapa ya?


Terimakasih

Mohamad Asyari mengatakan...

Assalamualaikum...apakah mengenal Raden Ario Naji Asikin??

Karmanto mengatakan...

Assalamualaikum
Saya mau bertanya
Apakah masih memegang silsilah keluarga adikoro 2 sampai keturunannya sekarang??
Jika ada mohon kiranya berbagi .. terimakasih

Posting Komentar