Selasa, 09 Juni 2020

SILSILAH KERAJAAN MADURA

Kerajaan Madura adalah sebuah kerajaan islam yang berada di wilayah kepulauan Madura. Kerajaan ini mengalami dua kali masa perubahan sistem, yaitu dari kerajaan berubah menjadi Kasultanan kemudian berubah lagi menjadi Kerajaan sampai pada masa kemunduran, terbentuknya Negara Serikat Madura dan hingga akhirnya bergabung ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
gb. by. Riski T


PERPINDAHAN PUSAT KERAJAAN

1. Kerajaan Madura mengalami beberapa kali perpindahan pusat kerajaan, ia berdiri pertama kali sebagai kerajaan berpusat di Kraton Plakaran Arosbaya, tempat ini berlokasi di Bangkalan ke arah utara saat ini. namun disamping itu juga bahwa di Madeggan Sampang sudah berdiri pula Kraton tapi sebagai Kamituwo disana. Bentuk dan sistem nya berupa monarki absolut.

2. Dari Kraton Plakaran Arosbaya ini kemudian pusat pemerintahan dipindah ke Kraton Madeggan yang terletak di Sampang - Madura. Selama beberapa kurun waktu pusat kerajaan berada di Sampang. Sebenarnya disinilah tempat berawalnya leluhur raja Plakaran Arosbaya, namun saat itu masih belum sebagai kerajaan tapi merupakan kamituwo dibawah dari kerajaan Majapahit. Disinilah Jaka Petteng berada.

3. Kemudian Kraton dipindah kembali ke Tunjung Skar Kdaton, selama kurang lebih dua masa raja bertahta disini, dan akibat dari Kraton yang rusak karena buntut penyerangan pasukan Bali sehingga pusat kerajaan dipindah kembali ke sebuah pulau paling barat dari Pulau Madura yang diera terdahulu masyhur dengan sebutan "Bhere' Songai". Pusat kerajaan dipindah ke Kraton Sambilangan.

4. Kraton Sambilangan berlokasi di sebuah pulau terbarat dari pulau Madura. Kraton ini bertitik di kisaran 20 M dari Patirtan, tepatnya berada sebagian areal pemakaman. Pintu Sketeng sebagai pintu belakang paling timur dan pintu belakang yang terbuat dari batu sebagai titik tengahnya. Kraton Sambilangan selama kurun waktu kurang lebih dua puluh sembilan tahun berdiri disana akhirnya setelah Kraton Hancur akibat kalah perang dengan Belanda, Pusat Kerajaan pun dipindah ke Kraton Bangkalan.
gb. by. Riski T

5. Kraton Bangkalan berlokasi tepatnya di Kantor Kodim Bangkalan Saat ini dan sekitarnya. Di Kraton inilah terjadi dua kali perubahan sistem dari Kerajaan berubah menjadi Kasultanan untuk kemudian berubah lagi menjadi Kerajaan.

RAJA - RAJA MADURA

  •  1. PANEMBAHAN LEMAH DUWUR

Panembahan Lemah Duwur dapat di katakan sebagai Tonggak awal raja islam Pertama kali di Kerajaan Madura, Kerajaan ini berdiri sebagai kerajaan Islam, menjalankan roda kepemerintahan nya secara islami dan menganut sistem-sistem keislaman. Penobatan beliau dinyatakan dengan candrasangkala "SIRNO PENDOWO KERTANING NAGORO". yaitu tahun Jawa 1450 atau 1531.
Sri Paduka Gusti Panembahan Lemah Duwur dikenal sebagai pemeluk islam yang taat, konsekwen dalam ucapan-ucapan dan perbuatan sehari-hari. Beliau yang bernama kecil Raden Pratanu ini memerintah dalam kurun 61 tahun dari tahun 1531 sampai dengan 1592 beliau memerintah dengan arif dan bijaksana dan tidak ada kemelut berarti dalam kerajaan pada masa beliau ini. Rakyat hidup dengan makmur dan baik serta tatanan sosial berjalan dengan baik pula. Pada masa beliau inilah peradaban islam dimulai, disetiap rumah didirikan Musholla (Langgar) sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat musyawarah dan berbagai macam kepentingan umum lainnya.

  • 2.  PANGERAN TENGAH

Pangeran Tengah yang bernama kecil Raden Koro adalah putra dari Panembahan Lemah Duwur. Beliau juga memiliki saudara yang menjadi penguasa di Blega yang bergelar Pangeran Blega. Namun Penguasa Blega tersebut tunduk kepada kekuasaan Arosbaya akibat misteri dibalik pakaian Kadal Kuning oleh Raja Plakaran kepada Patih Gusti Macan Putih sehingga Patih Macan Putih andalan Pangeran Blega tersebut meninggal dunia.
Pangeran tengah bertahta dari tahun 1592 sampai dengan 1621 dan memiliki permaisuri yang termasyhur dengan sebutan Kanjeng Ratu Ibu Sepuh dari Madegan Sampang. Beliau adalah saudara sepupu nya sendiri putri dari Pangeran Zuhra Jamburingin. Pada masa beliau inilah terjadi peristiwa berdarah yang sangat sadis dan menyedihkan. Peristiwa itu merenggut kehidupan sang penghulu Kraton yang bergelar Pangeran Musyarrif dan Patih Ronggo. Para beliau dibunuh dengan keji oleh Belanda tepat pada tanggal 6 Desember 1596 M. Tahun inilah Belanda menjejakkan kakinya di tanah Madura dengan tujuan untuk berdagang membeli rempah-rempah hasil pertanian dipulau ini. Pangeran Tengah wafat pada tahun 1621 M, dan dimakamkan di Makam Agung tempat Pemakaman para raja-raja Madura di Plakaran Arosbaya.

  •  3. PANGERAN MAS

Setelah Pangeran Tengah wafat, maka adik beliau yang bernama Pangeran Mas naik Tahta meneruskan kekuasaan di Kraton Plakaran Arosbaya. Selama tiga tahun beliau memerintah yaitu dari tahun 1621 sampai dengan 1624 keadaan negeri makmur sentosa, aman dan damai.
Dipenghujung tahun 1623 Madura kedatangan tamu tak diundang, ribuan pasukan Mataram menyerang Kerajaan Arosbaya, namun berkat kerjasama yang baik di Madura dari Kraton Plakaran, Blega dan semuanya, Akhirnya tamu-tamu bengis itu dapat dihalau dan para petingginya pun meregang nyawa menghadap Ilahi Robbi. Tumenggung Alap-alap, Tumenggung Ketawang bahkan Panglima perangnyapun harus wafat disini yaitu Pangeran Sujonopuro. Sehingga pasukan Mataram lari terbirit-birit ke atas kapal-kapal mereka. Pada awal tahun 1624 M, Pasukan Mataram melakukan penyerangan kedua kalinya dibawah Komando Ki Juru Kitting sebagai Panglima Perang. Pada penyerangan kali inilah Madura bersimbah darah, takluk dan kalah. Pangeran Mas pun dihukum mati oleh Sultan Agung.

  •        4. PANEMBAHAN TJAKRANIENGRAT I

Setelah Madura bersimbah darah, memerah dimana-mana akibat kebengisan pasukan Mataram menyerang Madura, dan salah satu putra Raja Arosbaya yang tersisa adalah R. Praseno, usianya masih muda belia waktu itu, R. Praseno menjadi Tawanan Perang Mataram namun kemudian diangkat menjadi anak angkat oleh Sultan Agung. Atas adilihungnya perangai, kepribadian, santun, adab tanggungjawab, tatakrama dan kepandaiannya yang luar biasa akhirnya meluluhkan hati Sultan Agung yang mau membunuhnya. R. Praseno tidak lagi dianggap sebagai tawanan perang dan memiliki hak dan perlakuan sama dengan putra raja, leluasa keluar masuk istana. Tepat pada 12 Robi'ul Awal 1045 H, bersama dengan grebeg Maulud, R. Praseno dinobatkan menjadi Raja Madura dengan Gelar Sri Paduka Gusti Panembahan Tjakraniengrat I melanjutkan tahta Ayahandanya dan Pamanda Beliau. Beliau bertahta dari tahun 1624 sampai dengan 1648. Namun walaupun beliau adalah raja Madura, tenaga dan pikiran beliau sangat dibutuhkan oleh Sultan Agung sehingga beliau lebih banyak berada di Mataram daripada di Madura. Panembahan Tjakraniengrat I wafat dan dimakamkan si Imogiri Yogyakarta pada tahun 1648. Beliau juga masyhur dengan sebutan SIDHINGMAGIRI.

  • 5.       PANEMBAHAN TJAKRANIENGRAT II

Setelah R. Praseno wafat, tahta kerajaan Madura dilanjutkan oleh Putra beliau yang bernama kecil R. Undagan. Setelah naik tahta kerajaan Madura, beliau bergelar Sri Paduka Gusti Panembahan Tjakraniengrat II. Pada masa beliau bertahta dari tahun 1648 sampai dengan 1707 inilah Pusat kerajaan dari Kraton Madeggan dipindah ke Tunjung Skar Kdaton yang berlokasi di Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan saat ini. Gusti Panembahan Tjakraniengrat II terlahir dari permaisuri Kanjeng Ratu Ibu Syarifah Ambami, darah Ksatria dan darah Ulama' mengalir dalam dirinya, bersatu berpadu memadu kewibawaan beliau. Diceritakan bahwa beliau memiliki banyak istri dan selir, ada yang mengatakan 400 orang. Jika berkunjung ke Mataram, semua istri-istri nya dibawa sehingga tampak mirip seperti pasukan perang hendak menyerbu sebuah kerajaan. Pada masa beliau bertahta inilah terjadi suatu peristiwa yang menggetarkan Jawa, yaitu Perang Trunojoyo. R. Nilaprawata yang tiada lain adalah keponakan beliau sendiri, putra dari demang Mlojokusumo mengadakan perlawanan yang menggetarkan seluruh isi Kraton Mataram dan harus berakhir dengan ksatria sebagai pemberani menghadapi kekejaman Belanda dan antek-anteknya. Suatu sore ketika sepulang dari Mataram, Gusti Pamembahan sakit dan tidak dapat melanjutkan perjalanan pulang kembali ke Madura sehingga beliau menghadap Yang Maha Kuasa di Kamal. Maka masyhur lah beliau dengan gelar anumerta raja SIDHINGKAMAL atau Sidho Ing Kamal (Wafat di Kamal). Dimana hal ini terjadi pada tahun 1707 M. Sri Paduka Gusti Panembahan Tjakraniengrat II dimakamkan di Pemakaman Raja-raja Madura di Astah Aermata Arosbaya Bangkalan. Beliau ditandu dari Kamal menuju pemakaman pada saat itu, dan beliaulah Raja Pertama yang di Makamkan di Aermata Arosbaya.

  • 6.       PANEMBAHAN TJAKRANIENGRAT III

Setelah Panembahan Tjakraniengrat II Wafat, tahta dilanjutkan oleh putra beliau R. Sosrodiningrat. Sang putra mahkota naik tahta pada tahun 1707 bergelar Sri Paduka Gusti Panembahan Tjakraniengrat III, berkuasa selama kurang lebih 11 tahun dari tahun 1707 sampai dengan 1718. Beliau memegang tampuk kekuasan berpusat di Tujung Skar Kdaton. Pada masa beliau inilah hampir saja terjadi perang saudara, antara Pamellingan dengan Tunjung Skar Kdaton akibat dari masalah keluarga yaitu pertengkaran kecil keluarga antara Adikoro dengan istrinya yang merupakan putri dari Panembahan Tjakraniengrat III. Puji Syukur hal itu tidak sampai terjadi. Pada masa Panembahan Tjakraniengrat III inilah terjadi peristiwa berdarah akibat dari benturan adat antara adat ketimuran dengan adat eropa. Hal ini terjadi di perairan MENGAREH atau yang lebih masyhur dengan sebutan KAPAL MATEH di daerah pesisir barat Pulau Madura. Peristiwa itu bermula disaat Panembahan Tjakraniengrat III menaiki kapal Belanda, para krue kapal mengadakan salam kehormatan ala Eropa karena kedatangan Raja dan keluarganya. Pada saat Kapten Kapal bersalaman dengan permaisuri Raja, seperti hal nya penghormatan khas Eropa, maka Kapten kapal hendak mengecup pipi sang permaisuri, akibat hal tersebut, terkejutlah sang permaisuri raja, beliau berteriak keras memanggil Sang suami Gusti Panembahan Tjakraniengrat III, tubuhnya gemetar dan wajahnya pucat pasi. Melihat kondisi yang sedemikian, Gusti Panembahan Tjakraniengrat III pun marah dan langsung mencabut kerisnya dan menusukkannya ke Tubuh sang Kapten, tak ayal lagi sang kapten pun meninggal seketika. Akibat hal tersebut, mengamuklah seluruh anak buah kapten Belanda tersebut, mereka mencoba membunuh Sang Panembahan, tapi karena tubuhnya tidak mempan ditembak, akhirnya hampir seluruh anak kapal dapat dibunuh oleh Panembahan Tjakraniengrat III, setelah tinggal beberapa orang saja, Tjakraniengrat III kelelahan dan akhirnya dapat dilumpuhkan oleh anak buah kapal dengan dipukul kayu dari belakang. Akhirnya beliau pun wafat di kapal, kepalanya di penggal dan dibawa ke Surabaya oleh Belanda dan jasadnya dibuang ke laut. Gusti Panembahan Tjakraniengrat III masyhur pula dengan gelar anumerta SIDHINGKAP atau Sidho Ing Kapal.

  • 7.       PANEMBAHAN TJAKRANIENGRAT IV

Setelah "Peristiwa Kapal Mateh" tersebut, maka yang meneruskan tahta kerajaan Madura adalah adik beliau yang bernama kecil R. Djoerit. Setelah naik tahta R. Djoerit bergelar Sri Paduka Gusti Panembahan Tjakraniengrat IV. Beliau bertahta dari tahun 1718 sampai dengan tahun 1745. Pada masa beliau inilah banyak lika-liku yang terjadi di Madura. 1. Perpindahan Pusat Kraton dari Tunjung Skar Kdaton ke Kraton Sambilangan di Ujung barat Pulau Madura. 2. Pemberontakan Sunan Kuning di Surakarta 3. Gegap gempitanya perlawanan terhadap Belanda. Akhirnya, Panembahan Tjakraniengrat IV dibuang ke kaap de goe de hoop di Afrika Selatan, dan Wafat disana. Namun putra beliau memindahkan Janazah Gusti Panembahan Tjakraniengrat IV ke pemakaman Raja-raja Madura di Aermata Arosbaya pada hari Jum'at 03 Robiul Akhir 1678 Tahun Jawa atau 1753 M. Beliau juga masyhur dengan gelar anumerta SIDHINGKAAP atau Sidho Ing Kaap de Goe de Hoop.

  • 8.       PANEMBAHAN TJAKRAADINIENGRAT V

Setelah kalah perang dengan Belanda dan Gusti Panembahan Tjakraniengrat IV ditangkap dan diasingkan ke Kaap de goe de hoop, R. Surodiningrat diangkat menggantikan ayah beliau naik tahta di Kerajaan Madura. Tepat pada 15 November 1745 beliau naik tahta dengan gelar Sri Paduka Gusti Panembahan Tjakraadiniengrat V. Beliau mengatur kehidupan di dalam kerajaan Madura dari Kraton Sambilangan selama kurang lebih kurun waktu dua tahun. Kemudian Gusti Panembahan memindahkan pusat kerajaan ke Kraton Bangkalan. Gusti Panembahan adalah pemikir ulung, inovatif dan Cerdas. Disinyalir bahwa perubahan sistem Kerajaan kepada Kasultanan adalah buah karya beliau yang diaplikasikan oleh raja berikutnya yang tiada lain adalah putra beliau. Pada masa Gusti Panembahan Tjakraniengrat V inilah terjadi suatu peristiwa yg luar biasa, yaitu Pristiwa Lesab. Selama kurun waktu 1745 sampai dengan 1770 dibawah kepemimpinan Gusti Panembahan Tjakraadiniengrat V, negara dalam keadaan damai, makmur, hidup menjadi tenang, dan banyak tentara yang menganggur. Rakyat Bahagia, makmur sentosa. Gusti Panembahan berpulang ke haribaan Alloh SWT. Dalam keadaan damai, sehingga beliau masyhur pula dengan gelar anumerta SIDHOMUKTI atau Sidho Ing Mukti.

  • 9.       PANEMBAHAN TENGAH

Panembahan Tjakraadiniengrat V memiliki putra yang meninggal lebih dahulu dari pada ramandanya. Beliau bernama Pangeran Ario Soeroadiningrat (R. Abd. Djamali). Gusti Pangeran Ario Soerodiningrat memiliki putra bernama R. T. Mangkuadiningrat yang kemudian naik tahta melanjutkan kakek beliau dengan gelar Sri Paduka Gusti Panembahan Tengah. Beliau bertahta selama kurang lebih sepuluh tahun dari tahun 1770 sampai dengan 1780. Gusti Panembahan yang juga merupakan Putra dari R. Ayu Galuh yang berasal dari Kasepuhan Surabaya ini memiliki kepiawaian dan kecerdasan yang luar biasa. Pada masa Gusti Panembahan Tengah ini semua tentara menganggur dan tidak ada peperangan apapun. Kerajaan hidup dalam keadaan aman, makmur, damai dan sentosa. Beliau wafat pada tahun 1780 tanpa meninggalkan seorang putra pun dan dimakamkan di pemakaman raja-raja Madura Astah Aermata Arosbaya.

  •     10.   SULTAN TJAKRAADINIENGRAT I

Raja Madura berikutnya yang menduduki tahta Madura adalah Paduka Kanjeng Gusti Sultan Tjakraadiniengrat I. Beliau bernama kecil R. Tawangalun atau R. Abdurrahman, beliau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Abduh atau Sultan Bangkalan I. Beliau bertahta dari tahun 1780 sampai dengan 1815. Pada masa beliau inilah sistem Kerajaan berganti menjadi Kasultanan Madura selama dua kali masa kepemimpinan. Dalam Kasultanan Madura, beliau memimpin dengan arif dan bijaksana berdasarkan sendi-sendi Islam. Bahkan beliau berwasiat jika beliau meninggal maka Makam beliau jangan ditinggikan melebihi sejengkal walaupun beliau seorang Raja, hal ini menunjukkan bakti sang Gusti Sultan kepada Agama Islam sebagaimana pengamalan beliau akan Hadist Shohih dari Rosululloh tersebut. Beliau sangat paham agama islam. Beliau memiliki dua orang putra yang sama-sama menjadi Raja diantara putra-putra beliau yang Lain. Gusti sultan Tjakraadiniengrat I menobatkan R. Abdul Kadir sebagai putra mahkota dan adik dari R. Abd. Kadir tersebut yang bernama R. Palgunadi menjadi raja pula di Kraton Pamellingan Pamekasan. Gusti Sultan memiliki empat orang istri, yaitu : - Mbok Ajeng Asmoro, - R. Ajeng Kadarmanik, - Mas Ajeng Dewaningsih, - Ratu Ayu Sepuh. Pada masa beliau inilah Kasultanan Madura memiliki Kereta Kencana Pertama kali. Gusti Sultan Tjakraadiniengrat I wafat pada tahun 1815 dibawah pemerintahan Inggris dan disarekan di pemakaman raja-raja Madura di Astah Aermata Arosbaya.

  •    11.   SULTAN TJAKRAADINIENGRAT II

R. Abdoel Kadir adalah putra ke dua dari tiga belas bersaudara, ibunya bernama R. Ay. Seruni cicit dari Gusti Panembahan Tjakraniengrat IV, namun situs arkeologis dari ibunda Kanjeng Gusti Sultan Tjakraadiniengrat II ini rusak akibat dirombak menjadi sebuah lokasi pondok di Bangkalan. R. Abdoel Kadir setelah naik tahta menggantikan ramanda beliau pada tahun 1815 bergelar SULTAN TJAKRAADINIENGRAT II. Beliau naik tahta pada tahun 1815 sampai 1847, pada tahun itu pula Kekuasaan Inggris atas Madura dikembalikan kepada Belanda oleh Sir Stamford Raffles (Wakil Kerajaan Inggris di Indonesia) pada Syawal 1743 H. Risalah tentang Sir Thomas Stamford Raffless ini banyak sekali berkaitan dengan Sambilangan - Madura. Karena sebelumnya Kanjeng Gusti Panembahan Tjakraniengrat IV pernah mengutus putra keempat beliau ke Bangkahoeloe untuk meminta Bantuan Inggris terkait dengan peperangan melawan Belanda, dan sang memorialist kepercayaan Sir Thomas Stamford Raffless juga berasal dari Sambilangan ex. Pusat Kerajaan ke empat itu. Kanjeng Gusti Sultan Tjakraadiniengrat II yang insyaAlloh diperkirakan lahir di tahun 1778 M memperoleh banyak sekali penghargaan demi penghargaan. Semua nanti akan kami tuangkan dalam artikel khusus yang menceritakan seluk beluk masing-masing Raja Madura dalam blog ini. Banyak kejadian penting terjadi pada masa beliau bertahta, diantaranya dibukanya Masjid Kraton yang dibangun oleh Kanjeng Gusti Panembahan Tjakraadiniengrat V (sekarang menjadi Masjid Agung Bangkalan) untuk Masyarakat secara umum yang sebelumnya diperuntukkan khusus untuk keluarga Kraton saja. Raja Generasi ke sebelas sejak Kanjeng Gusti Panembahan Lemah Duwur ini menutup usia pada umur 69 tahun di tahun 1847 M. Beliau di sarekan di Belakang Masjid Agung Bangkalan di pusat Kota Bangkalan bersama Ibunda Beliau.

  •     12.   PANEMBAHAN TJAKRAADINIENGRAT VII

Putra ke 7 (Tujuh) dari Kanjeng Gusti Sultan Tjakraadiniengrat II yang terlahir dari permaisuri sebagai putra mahkota yang bernama Kecil R. Moh. Yusuf naik tahta meneruskan ramanda beliau pada 08 Dzulkaidah 1775 Tahun Jawa bertepatan dengan 1847 M bergelar Panembahan Tjakraadiniengrat VII. Beliau bertahta dari tahun 1862 sampai dengan 1862. Gusti Panembahan Tjakraadiniengrat VII meninggal pada hari rabu, 29 Dzulkaidah 1790 Tahun Jawa bertepatan dengan tahun 1862 M dalam usia 58 Tahun. Dan Janazah beliau disarekan di belakang Masjid Agung Bangkalan bersama dengan Ayahanda Beliau. Pasarean beliau berdampingan dengan Kanjeng Gusti Maduretno, permaisuri Gusti Panembahan Tjakraadiniengrat V (Buyut Beliau). Pada masa Beliau inilah hidup seorang ulama' yang cukup masyhur yaitu Syaikhona Kholil bin Abd. Latief yang di sarekan di Martajasah Bangkalan.

  •     13.   PANEMBAHAN TJAKRAADINIENGRAT VIII

Sepeninggal Gusti Panembahan Tjakraadiniengrat VII, putra pertama beliau R. Moh. Ismail naik tahta kerajaan meneruskan ayahanda beliau dengan gelar Panembahan Tjakraadiniengrat VIII. Beliau bertahta sejak 1862 sampai dengan 1882. Secara hukum adat, beliau kurang memenuhi persyaratan sebagai penerus Tahta kerajaan sehubungan keterbatasan beliau yang bersifat fisik diantaranya mengalami gangguan pendengaran dan suara sekaligus karena tidak memiliki keturunan laki-laki, maka adik beliau yang bernama R. Abd. Djoemali dipersiapkan sebagai penerus tahta dengan Gelar Pangeran Adipati Pakoeningrat. Akibat kekurangan beliau inilah dimanfaatkan oleh Belanda sehingga hukum adat dikesampingkan dan beliau didampingi oleh R. Demang Mayangkoro sebagai kepanjangan tangan Belanda. Kanjeng Gusti Panembahan Tjakraadiniengrat VIII didampingi oleh sorang permaisuri bernama R. Ay. Suleha putri ke 3 Pangeran Sosroadiningrat, dimana puri beliau di Saksak Bangkalan (Sekarang Jl. Let. Ramli). Sri Paduka Gusti Panembahan Tjakraadiniengrat VIII berpulang ke Rahmatulloh pada 3 Syawal 1811 Tahun Jawa bertepatan dengan Kamis Legi 17 Agustus 1882 M Jam 05.15 Pagi dan Disarekan di Belakang Masjid Agung Bangkalan berdampingan dengan Sri Paduka Gusti Sultan Tjakraadiniengrat II Madura.

  •     14.   GUSTI PANGERAN ADIPATI PAKOENINGRAT

Gusti Pangeran Adipati Pakoeningrat bernama kecil R. Abdul Djumali, beliau merupakan putra Mahkota terakhir Kerajaan Madura yang dipersiapkan untuk menggantikan Sri Paduka Panembahan Terakhir, Gusti Tjakraadiniengrat VIII. Namun Alloh berkehendak lain, Sang Putra Mahkota berpulang ke Rahmatulloh tiga tahun lebih awal dari Sri Paduka Sendiri, tepatnya pada tahun 1879 M. Janazah Beliau dikebumikan di pemakaman Raja-raja Madura di Belakang Masjid Agung Kabupaten Bangkalan. Gusti Pangeran Adipati Pakoeningrat memiliki dua puluh (20) putra/i yang menurunkan generasi demi generasi hingga saat ini, dan seorang Permaisuri bernama R. Ay. Asia Putri dari Tumenggung Purwonegoro di Sampang. Demikianlah secara singkat silsilah kerajaan Madura, akhirnya akibat politik devide at impera Belanda, Penjajah Belanda mengatur siasat sedemikian rupa bertujuan agar kerajaan Madura dapat dibubarkan dan berada dibawah pengawasan langsung Penjajah Belanda. Hal ini sebenarnya mendapatkan banyak sekali pertentangan namun siasat Penjajah mencengkeram setiap sisi di Madura. Akhirnya sistem pemerintahan Kerajaan Madura dapat dibubarkan oleh Belanda dan menjadi pemerintahan langsung dibawah pemerintahan penjajah Belanda. Pemerintah penjajah Belanda mengeluarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda no. 2/ C tanggal 22 Agustus 1885 tentang pembubaran Kerajaan Madura. Jadi berdasarkan keputusan-keputusan berikut :
1. Kep. No. 1/a Tgl 02 Agustus 1859 ttg pembubaran Kraton Pamekasan.
2. Kep. No. 5/C Tgl 18 Oktober 1883 ttg pembubaran Kraton Sumenep.
3. Kep. No. 2/C tgl 22 Agustus 1885 ttg pembubaran Kraton Sampang
4. Kep. No. 2/C Tgl 22 Agustus 1885 ttg Pembubaran Kraton Bangkalan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kerajaan Madura bukan membubarkan diri melainkan dibubarkan oleh Belanda dengan tujuan untuk menguasai dan menjajah Madura pada saat itu.

7 komentar :

STIS Syarif Abdurrahman Pontianak mengatakan...

Alhamdulillah semoga bermanfaat dan menambah wawasan aamiin

Mas Agus L - Madura mengatakan...

Amiinn YRA.

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum salam kenal semua
Saya punya pertanyaan adakah di silsilah Cakraningrat ada yang bernama suryoadiningrat(R.abdus Sholeh)karena leluhur saya bernama KH.abdus Sholeh yang kata buyut saya dari mandekan Sampang

Unknown mengatakan...

Kalo ada rujukan bolehkah sekiranya saya minta infonya dan saya sertakan nomor wa saya 087789462048

Mas Agus L - Madura mengatakan...

Sepertinya tombol Whattsapp nya berfungsi dengan baik. Silakan dicoba utk di ikuti tautannya

Unknown mengatakan...

R. Abdus Sholeh ada. beliau Trah Gusti Cakraadiningrat

AGUS LAHENDRA mengatakan...

R. Abdussholeh disebut juga Kondur

Posting Komentar