RT. Abdoel Karim
Bhuju' Sambilengan
Ndoel Kariem, demikianlah orang-orang inggris memanggilnya. Beliau adalah salah seorang amtenar Inggris yang mengajukan petisi ke kerajaan Inggris menenai pelaksanan Traktat London. Beliau terlahir dari rahim seorang perempuan berdarah biru, bangsawan bugis yang bernama Siti Djuriyah hasil pernikahan dari Daeng Makulle Anom dengan Datuk Nyai binti Pangeran Mangku Raja, Raja dari Sungai Lemau. Daeng Makulle sendiri merupakan penghulu orang asing di Bangkahoeloe putra dari Sultan Balinam atau Daeng Mabella dengan Putri dari Datuk pasar Ampat di Bangkahoeloe. Sedangkan Siti Djuriyah merupakan putri tertua sang Penghulu dari tujuh bersaudara, beliau menikah dengan Putra ke empat Sang Panembahan Madura, Pangeran Cakraningrat IV yang bernama R. T. Wiroadiningrat.
Dari hasil pernikahan tersebut lahirlah sosok termasyhur pada masanya yaitu RT. Abdoel Karim, sang memorialist treaty of london. Mas Abdoel Kariem merupakan putra ke 8 dari 12 bersaudara, yaitu :
2. R. Tawang Alun
3. RTA. Janaka (R. Rakadiningrat)
4. R. Wirio
5. R. Demang Soeratama (R. Soetomo)
6. R. Prakongso
7. R. Santara
8. RT. Abdoel Karim
9. R. Ay. Saradjati
10. R. Ay. Rasmi
11. R. Moh. Zain
12. R. Ay. Boengsoe
Kedua belas Saudara Mas Abdoel Karim ini hidup menyebar di Nusantara, tidak hanya ada di Madura saja, tetapi juga di Bangkahoeloe dan lain-lain, pada sebagian namanya tercatat di Madura dan sebagian lagi tercatat di Bangkahoeloe, karena memang kedua belas orang ini bekerja pada negeri yang berbeda.
R.T. Wiroadiningrat bekerja kepada Inggris dan diangkat menjadi Kapten tahun 1774 , R. Tawang Aloen menjadi Letnan, R. Rakaningrat menjadi Prajurit dan R. Soeratama menjadi ajudan Prajurit,
Pada Tahun 1794, RT. Abdoel Karim menjadi Kapten pada Kapal louis dibawah korps Bugis, Sementara R. Wiroadiningrat ayah beliau wafat empat (4) tahun sebelumnya yakni di tahun 1790 dan dimakamkan di Bangkahoeloe.
Pada tahun 1814, Dua negara paling berpengaruh di Dunia yaitu Inggris dan Belanda menyepakati adanya rute perdagangan melalui Anglo-Dutch treaty atau Konvensi London, tepatnya pada 13 Agustus 1814, kemudian ditegaskan kembali dengan adanya Traktat London pada 17 Maret 1824. RT. Abdoel Karim Ketika itu ikut serta kapal inggris menuju Tumasik bersama sekitar 13000 lempengan dokumen kenegaraan didalamnya. Namun Alloh berkehendak lain, disekitar 25 Mil Laut, kapal tersebut terbakar dan tenggelam bersama seluruh lempengan emas, perunggu dan juga ada didalamnya lempengan kerjasama dengan Kesultanan Banten. Disinilah RT. Abdoel Karim diselamatkan oleh seekor ikan hingga kepantai, dan disini pulalah terjadi kata-kata sumpah RT. Abdoel Karim terhadap anak cucunya atas jasa ikan tersebut yang telah ikut membantu menyelamatkan dirinya dari kematian ditengah laut.
Setelah kejadian di tepi pantai tersebut, RT. Abdoel Karim pulang ke Madura dan tidak lagi kembali ke Bangkahoeloe maupun melanjutkan perjalanan ke Tumasik, tinggal di Kraton Sembilangan dan di sarekan disana tepat disisi patirtan Keputren Kraton ke IV Madura.
RT. Abdoel Karim sendiri menikah dengan bangsawan Bugis yang bernama M. Ay. Aisya atau lebih dikenal dengan sebutan Ncik Aisya, beliau dikaruniai 3 (tiga) orang anak, dua orang laki-laki dan seorang Perempuan. Yaitu :
2. R.M. Amir
3. R.Ay. Nurati
Hal ini tercatat pada laporan putra beliau tertanggal 26 Desember 1860 kepada Van Ophuijsen tentang anak keturunan RT. Abdoel Karim. Klik Disini
Sementara itu putri beliau satu-satunya, R. Ay. Nurati kemudian menikah dengan Pangeran Linggang Alam (Raja dari Sungai Lemau). Sedangkan Putra tertua beliau menjadi kepala Pos di Lais dan menurunkan salah satunya Mas Dewi Ra'ima di Sembilangan yang kemudian menikah dengan keturunan Penghulu kraton disana (Keturunan Kyai Abbas), menurunkan salah satunya Mas Dewi Halima sang saksi sejarah dibakarnya Kraton Sembilangan oleh Belanda waktu itu serta dirampasnya Mahkota emas bertiriskan untaian intan berlian dari tangan beliau oleh Belanda melalui kepala Desa setempat waktu itu.
Gb. By. Mas Asfandi
Sementara itu pada tahun 2020, kami menmukan sebuah papan nama diatas makam RT. Abdoel Karim dengan Tulisan Kyai Haji Abdul Karim bin Kyai Abdul Jalal, dimana ini menurut informasi yang kami dapat adalah berasal dari pembicaraan dengan Qorin (atau oang yang dapat berbicara dengan mahluk halus) yang berasal dari daerah utara. Sedangkan nama Abdul karim disini silsilah nya sudah jelas-jelas tercatat dan berada pada Arsip Nasional Repulik Indonesia di Jakarta pada Laporan Putranya Tanggal 26 Desember 1860.
Sebenarnya risalah tentang Mas Abdoel Karim ini dapat secara rinci disimak oleh para pembaca pada buku yang dkeluarkan oleh Bapak Agus Setiyanto dengan ISBN 979-666-6103 yang diterbitkan oleh Balai Pustaka BP. No, 5282. Demikian semoga penyimpangan sejarah dari risalah aslinya yang terjadi di Indonesia ini dapat kembali kepada seperti perjalanan aslinya. Semoga Alloh SWT. tidak memasukkan kita kedalam golongan-golongan pendusta di akhirat kelak. Amiin YRA.
Klik disini
0 komentar :
Posting Komentar