Jumat, 02 September 2016

ASAL MULA UJUNG PIRING


Cerita rakyat.

 Puteri Kuning, ibu Jokotole bercerita kepada nya sehingga dia  mengetahui bahwa tempat pertapaan ibunya adalah sebuah gua di Gunung Geger (Kec. Geger, Kab. Bangkalan), dan ia mengetahui bahwa ayahnya yaitu Adipodaj (Panembahan Sapudi yang sekarang kuburannya ada di desa Nyamplong Kecamatan dan Kawedanan Sapudi) sedang bertapa di gunung Geger.
Kudho Panule menceritakan pada ibunya tentang perjalannnya mulai dari awal sampai akhir, dibertahukan pula bahwa adiknya yaitu Ario Banjak Wide telah menjadi raja di Gresik menggantikan ayah mertuanya.
Setelah itu, Kudho Panule meminta diri pada ibu dan kakeknya untuk bertolak ke gunung Geger, dengan maksud menemui ayahnya yang sedang bertapa di sana. Sesampainya di gunung geger, ia menjumpai ayahnya yang sedang bertapa disana (Adipodaj). ia kemudian mendapatkan hadiah sebilah cemeti (pecut) dari ayahnya dan seekor kuda yang bernama Si Mega Remeng hadiah pusaka dari pamannya (Adiroso). akan tetapi belum diperbolehkan dibawa hanya diberitahu cara memanggil kuda dan cemeti tersebut. Diceritakan bahwa kuda tersebut memiliki sayap, sehingga dapat lari di atas tanah dan terbang bagaikan seekor burung. Beragam macam ilmu juga ia terima dari ayahnya, dan ia juga mengetahui bahwa di kemudian hari ia akan berperang dengan seorang prajurit ulung. Sebenarnya prajurit ulung tersebut adalah Dempo Awang yaitu seorang panglima perang yang hendak menunjukkan kekuatannya pada semua raja-raja di tanah Jawa, Madura dan sekitarnya. Ia (Dempo Awang) dalam peperangan mengendarai sebuah kapal (perahu) besar yang tidak hanya berlayar di lautan namun juga di daratan dan di antara bumi dan langit. Ia dipesan oleh ayahnya, apabila nanti di kemudian hari berhadapan di medan perang dengan Dempo Awang, ia harus lari dengan mengendarai kuda diantara bumi dan langit yang tentunya ia akan dikejar oleh musuhnya. Apabila ia mendengar suara pamannya (Adiroso) yang akan bersuara “Pukul!!!” maka ia harus menahan kekang kudanya sehingga kepala kuda tersebut menoleh ke belakang dan ia juga harus menoleh ke belakang sambil memukulkan cemetinya ke belakang. Pada saat itu cemetinya akan mengenai kapal Dempo Awang yang pasti akan langsung hancur lebur lalu jatuh ke tanah sampai semua isi kapal tersebut akan menemui ajalnya.
Pada suatu saat Pangeran Setjoadiningrat III kedatangan musuh dari negeri Cina yang bernama Dempo Awang (dempo Abang) (sebetulnya Sampo Twawan). Musuh tersebut mempunyai kapal yang dapat berlayar di laut, di atas gunung, dan diantara langit dan bumi. Ketika berperang dengan Dempo Awang, Pangeran  Setjoadinigrat III mengendarai kuda pusakanyayang bernama Mega Remeng, sedangkan musuh mengendarai kapal layarnya. Sebagaimana yang telah diceritakan di atas, maka Pangeran Setjoadiningrat III ( Jokotole ) taat pada petuah ayahnya, lari dengan menaiki kuda terbang diantara bumi dan langit yang dikejar oleh musuhnya mengendarai perahu layar. Suatu saat ia mendengar suara pamannya (Adiroso) yang berkata “Pukul!!!”, maka ia menahan kekang kudanya dengan keras sehingga kepala kuda itu menoleh ke belakang, lalu ia sendiri menoleh ke belakang sambil memukulkan cemetinya, dengan susah payah Dempo Awang berusaha menghindari pecut Jokotole yang menyambar-nyambar laksana kilat tersebut, sesekali kali perahunya menyentuh tanah dan membentuk goresan cukup dalam di tanah yang diikuti dengan aliran air mengalir dari laut tersebut, dimana bekas sentuhan perahu Dempoawang ini akhirnya menjadi "Songai Topoh alias Tembug". namun apalah daya, pecutan Jokotole akhirnya mengenai kendaraannya hingga hancur dan semua isinya menjadi bangkai. Kejadian tersebut ada di atas awang-awang. Sisa-sisa kapal Dempo awang tersebut ada sampai saat ini di kota Semarang juga kuburan Dempo Awang (Sampo Twawan). Juga sebagian kecil pecahannya kapal itu jatuh di  sungai kecamatan Sokobana (Sukuwono) Kawedanan Ketapang, Kabupaten Sampang. Sampai sekarang sungai tersebut dinamakan sungai Dempo Awang dan jembatan provinsi yang ada disitu disebut jembatan Dempo Awang (Dempo Abang). Demikian juga di pesisir Bangkalan ada pecahan piring dan layarnya yang jatuh dari kapal tersebut. Sehingga sekarang tempat itu dinamakan Ujung piring dan layar yang sudah berubah menjad batu tersebut disebut dengan “Batoh Lajer” yang kemudian menjadi sarang ikan, tiram, dan kerang. Adapun kata “Ujung” pada nama Desa “Ujung Piring” itu berasal dari kata “OJONG” (Madura Red.) dimana lokasi desa tersebut berada pada daratan yang menjorok ke laut dimana istilah ini dalam bahasa madura disebut “Ojong”.
Demikian sekelumit cikal bakal nama Desa Ujung Piring Kecamatan Bangkalan Kabupaten Bangkalan. Sampai Jumpa pada episode berikutnya.


Sumber : Zainal Fatah 1956
Posted by : Den Mas Agus



0 komentar :

Posting Komentar