Sesampainya
di Gunung Geger, maka turunlah gadis anak raja tersebut dan duduk dibawah pohon
pelasa (Pohon Tersebut orang jawa menyebutnya pohon ploso yaitu pohon yang
leboh kecil daripada pohon jati dan juga daunnya mirip dengan daun jati. Di Madura
daun tersebut sering digunakan untuk bungkus tembakau rajangan).
Pada suatu
ketika sihamil tersebut merasa sakit perut seolah-olah akan menemui ajalnya. Disitu
ia memanggil Kiyai Poleng dengan memakai tanda yang dijanjikan. Maka tidak berapa
lama kemudian, kiyai Poleng datang. Kiyai Poleng berkata, bahwa ia akan
melahirkan, tidak lama lagi kemudian lahirlah seorang anak laki-laki yang roman
mukanya amat bagus dan diberi nama Raden Segoro. (Segoro artinya Laut). Keluarga
itu menjadi penduduk Madura yang pertama kali. Sesudah Raden Segoro lahir
dengan selamat, maka Kiyai Poleng itu menghilang lagi. Akan tetapi sering
melawat dengan membawa makanan kepada keluarga tersebut.
Diceritakan
bahwa perahu-perahu dari para pedang yang berlayar dari beberapa kepulauan di
Indonesia, apabila pada malam hari melalui lautan didekat tempatnya Raden
Segoro, maka mereka melihat suatu cahaya yang terang seolah-olah cahaya
rembulan, maka mereka itu sering berkata, apabila maksud mereka didalam
perjalanan itu terkabul, maka akan berhenti dan berlabuh di tempat itu dan akan
makan dan minum disana. Dan akan memberi hadiah kepada yang bertahta itu.
Dengan
demikian, maka seringlah tempat itu kedatangan tamu-tamu yang telah terkabul
maksudnya. Oleh karena mereka hanya melihat seorang wanita dengan seorang
anaknya, maka hadiah-hadiah dari mereka diberikan kepada ibu dan anak itu.
Begitu
Raden Segoro telah berumur 2 (dua) tahun, ia sering bermain-main ditepi lautan,
maka dimana dia berada, datanglah dua ekor ular raksasa yang amat besar
mendekati dia. Dengan ketakutan, ia berlari dengan menangis dan menceritakan
hal ihkwalnya kepada ibunya. Ibunyapun mempunyai rasa khawatir jika anaknya
dimakan ular besar tersebut. Maka suatu hari ibunya memanggil Kiyai Poleng dan
menceritakan semuanya kepadanya.
Kiyai Poleng
kemudian mengajak Raden Segoro bermain-main di tepi laut, tidak beberapa lama
kemudian, datanglah dua ekor ular raksasa itu, lalu Kiyai Poleng bilang pada
Raden Segoro agar supaya dua ekor ular tersebut dipegang dan dibantingkan ke
tanah. Raden Segoro tidak mau menuruti perintah Kiyai Poleng karena takut
dimakan. Akan tetapi dengan paksaan kiyai Poleng, akhirnya dua ekor ular
raksasa itu dipegang dan dibantingkan ke tanah. Seketika itu juga dua ekor ular
raksasa itu berobah menjadi dua bilah tombak. Lalu dua bilah Tombak itu
diberikan oleh Raden Segoro kepada kiyai Poleng dan olehnya dibawa menghadap
kepada ibunya. Kemudian tombak yang satu diberi nama Kiyai (Si) Nenggolo dan
yang satunya diberi nama Kiyai (Si) Aluquro.
Berlanjut ke Tombak Sinenggolo dan
Aluquro.
Untuk Versi Lengkapnya silakan hubungi Blogger atau R.P. Abd. Hamid Mustari Cakraadiningrat selaku ketua Paguyuban Kasultanan Bangkalan. Terimakasih.
Untuk Versi Lengkapnya silakan hubungi Blogger atau R.P. Abd. Hamid Mustari Cakraadiningrat selaku ketua Paguyuban Kasultanan Bangkalan. Terimakasih.
0 komentar :
Posting Komentar