Sabtu, 23 Juli 2016

Nepa




Pohon Nepa

Nama Nepa itu diperoleh karena di desa-desa pasisir, penuh dengan pohon nepa. Pohon Nepa disebut juga pohon bhunyok yaitu bangsa dari pohon kelapa.

Pada waktu itu negara Mendangkamulan dengan rajanya yang masih tetap Sanghyangtunggal, kedatangan musuh dari negeri Cina didalam peperangan raja Mendangkamulan berkali-kali kalah sehingga rakyatnya hampir habis dibunuh oleh musuh. Didalam keadaan susah dan bingung raja Mendangkamulan tidak makan dan tidur dan memohon kepada Jang Maha Esa supaja mendapat pertolongan. Pada suatu malam raja bermimpi bertemu seorang tua yang berkata, bahwa disebelah pojok barat daya dari keraton itu ada suatu pulau bernama Madu Oro (Lemah duro) ya- itu madura. Disitu berdiam seorang anak muda bernama Raden Sagoro. Raja disuruhnya supaya meminta pertolongan kepada Raden Sagoro itu apabila perangnya ingin menang.

Ke-esokan harinya Raja memerintahkan pepatihnya supaya membawa beberapa perahu dan beberapa orang prajurit dan membawa sekali bahan-bahan untuk buah tangan dan mendatangi Raden Sagoro meminta pertolongan tentang peperangan itu. Perintah Raja dijalankan oleh pepatihnya setelah tiba di madura, maka memitanya pertolongan kepada Raden Sagoro dan juga kepada ibunda supaja memperkenankan puteranya itu dibawa ke negara Mendangkamulan. Oleh ibu dari Raden Sagoro, Kiyai Poleng dipanggil dan telah datang pula. Sesaat itu terjadi suatu peristiwa, Sebelum Kiyai Poleh datang oleh
pepatih Mendangkamulan, Raden Sagoro mau dipaksa di bawa kedalam perahu dan disuruh pegang kepada prajurit-prajurit yang tadi dibawanya. Maka para prajurit itu sama-sama lumpuh tidak mempunyai kekuatan dan lalu datang angin keras dari lautan sehingga perahu-perahunya hampir tenggelam kedalam lautan, karena kemasukan air ombak yang menderu-deru dan amat besar datangya. Maka pepatih Mendangkamulan lalu mohon ampun kepada Raden Sagoro  dengan ibunya, maka keadaan berobah menjadi baik pula. Setelah Kiyai Poleng datang, maka ia matur kepada ibunya Raden Sagoro supaya diizinkan puteranya pergi ke Mendangkamulan untuk membantu peperangan raja, dari itu negara bermusuhan tentang jiwa dan ia sanggup akan melayaninya “Raden Sagoro di izinkan” Oleh ibunya dan terus ikut perahu yang memapaknya tadi dengan membawa pusaka tombak kiyai Nenggolo.

Kiyai Poleng ikut serta akan tetapi dirinya tidak kelihatan kepada lain orang hanya kelihatan kepada R. Sagoro. Sesampainya di negara Mendangkamulan, terus berperang dengan tentara dari negeri Tjina dengan disampingi oleh Kijahi Poleng. Pusaka Kijahi Nenggolo hanya ditujukan saja kearah tempat sarang-sarang musuh. Maka musuh banyak yang mati karena dapat sakit mendadak dan tidak antara lama semua musuh meninggalkan negara Mendangkamulan dan sebagian besar mati terserang penjakit mendadak.

Raja Mendangkamulan membikin pesta besar karena sudah menang perang dan memberi penghormatan besar kepada R. Sagoro serta memberinya gelaran. “Raden Sagoro alias Tumenggung Gemet” artinya : semua musuh apabila bertanding dengan dia adalah, habis (gemet=Djawa). Kakek & cucu.


Raja berhajat mengambil anak mantu kepada Tumenggung Gemet dan menghantarkan dia (suruhan pepatihnya dan tentara kehormatan). Dengan disertai surat terimakasih kepada ibunya. Raja menanyakan siapa nama ayah dari R. Sagoro namun tidak mendapatkan jawaban dari R. Sagoro bahwa ia masih akan tanya pada ibunya setelah sampai di Nepa dan pengantar-pengantar telak bertolak kembali  juga Kiyai Poleng, maka R. Sagoro menanyakan ibunya siapa nama ayahnya ibunya mendjadi kebingungan dan menjawabnya, bahwa ayahnya adalah seorang siluman. Maka seketika itu menjadi lenyaplah ibu dan anaknya serta pula rumahnya yang disebut Keraton Nepa.

Demikian riwayat asal mula penduduk tanah Madura. Di kesankan pula bahwa R. Sagoro telah membalas hutang eyangnya yang menghinakan ibunya dengan pembalasan yang baik, yaitu menolong didalam peperangan.

Diceriterakan bahwa Raden Sagoro sebagai orang siluman dikemudian hari beristri Nyai Roro Kidul.

Diceriterakan pula bahwa dikemudian tahun Kiyai Nenggolo dan Kiyai Aluquro oleh R. Sagoro diberikan kepada Pangeran Demang palakaran (Kiyai Demong) Bupati Arosbaya (Bangkalan) dan hingga saat ini dua bilah tombak tersebut masih menjadi pusaka Bangkalan. Juga didalam kepercayaan orang terdahulu, Kiyai Poleng adalah menjadi pembantu dari pangeran Demang Palakaran dan turunannya. Yang demikian itu apabila orang tidak lupakan dia. Kepercayaan orang tua ditanah Madura.







Untuk Versi Lengkapnya silakan hubungi Blogger  atau R.P. Abd. Hamid Mustari Cakraadiningrat selaku ketua Paguyuban Kasultanan Bangkalan. Terimakasih.


0 komentar :

Posting Komentar